HATI GURU SEPERTI AIR LAUT

Buatlah hati guru seperti air laut, kapal pesiar yang indah masuk ke laut, kapal kayu masuk ke laut, sampah
masuk ke laut, bahkan kotoran masuk ke laut, akan tetapi laut tak pernah menolak. Air laut bahkan menjadi asin tetapi airnya tetap suci lagi mensucikan.
Buatlah hati guru seperti air laut tadi, ada siswa yang baik adalah siswanya, ada siswa yang pendiam adalah siswanya, bahkan ada siswa yang nakal adalah siswanya. Justru guru yang baik adalah karena pengalaman menghadapi macam macam perangai berbagai siswa, maka ia menjadi guru yang hebat. Mengapa kadang kala sebagian guru ada yang menghindari mengajar di madrasah tertentu, atau menghindari kelas tertentu, atau bahkan kesal dengan siswa tertentu, atau justru sebaliknya seorang guru kadang hanya ingin pada kelas yang ia ingini, dimana ada siswa yang ia kasihi. Tidak perlu mencari alasan, seorang guru akan siap dengan siswa dalam keadaan apapun, karena bila kita befikir terbalik, bukankan bila setiap siswa menyatakan, kami harus memilih guru yang baik saja baru mau belajar itu justru jadi masalah.
Namun apa yang terjadi selama ini, kadang kala justru guru tidak memberikan tempat pada siswa yang memiliki perbedaan dengan siswa lainnya. Padahal perbedaan tersebut bila dilihat dari perspektif kreativitas dapat saja muncul dengan sendirinya. Dalam hal ini pernah dijelaskan bahwa; garis besar tujuan pendidikan ialah mendorong anak-anak/peserta didik untuk tumbuh sebagai manusia dewasa, mengerti dirinya sendiri dan orang lain, serta mampu memecahkan persoalan hidup yang dihadapai yang terus berkembang dan berubah. Namun, kenyataan menunjukkan kurangnya disadari bahwa dalam banyak praktik pendidikan, khususnya pembelajaran, justru didasari oleh larangan peserta didik bertindak dan berpikir kratif. (John P.Miller,2002:47)
Jadi dengan keadaan siswa apapun, maka gurupun harus siap menghadapi dengan cara apapun, dan sampai kapanpun. Beberapa hal yang patut diperhatian untuk hal ini adalah sebagai berikut:
· Menjadi guru yang baik, diawali dari satu keadaan jiwa dimana ia adalah ingin menjadi guru, dimanapun atau dimadrasah manapun ia akan ditempatkan, atau diterima, maka itulah menjadi pilihannya. Apabila kita memiliki satu stereotif terhadap satu keadaan, atau satu madrasah dan itu menjadi bagian dari pertimbangan dalam mengambil keputusan, dibenarkan secara ilmiah. Namun disisi lain seorang guru tidak semata mata harus menyerah dengan asumsi-asumsi yang kadang mengecilkan makna guru itu sendiri. Guru yang baik adalah mereka yang siap merubah keadaan, atau dia justru diberi kesempatan untuk memberikan kebaikan dari keadaan yang belum mendapat keuntungan tersebut. Jadilah guru yang siap dimanapun ia ditempatkan.
· Menjadi guru yang baik adalah mereka yang tidak harus memilih kelas mana yang harus disenangi, karena guru adalah siap mengajar di kelas berapa, atau kapan saja. Biasanya atas alasan pengalaman, atau atas dasar informasi dari guru lain, maka guru kita kadang tidak mau masuk di kelas tertentu. Bukankah terciptanya kelas yang tidak diinginkan tersebut adalah buah dari karya guru-guru lain baik disadari maupun tidak. Keadaan ini satu sisi memberikan gambaran bahwa guru selalu meninggalkan kesan yang dibiarkan pada kelas sebelumnya. Guru yang baik dia justru mendapat tantangan, atau pengalaman baru, bagaimana menghadapi kelas yang lain dari sebelumnya, dia tidak harus memilih kelas tertentu seperti kebanyakan guru. Bersenanglah untuk mendapat kelas apapun yang diterima, yang ia jadikan laboratorium baru untuk menimbah ilmu tentang keguruan.
· Menjadi guru yang lebih baik adalah senang dengan siswa apapun latarbelakangnya. Bila ada informasi tetang siswa tertentu yang ada di kelas tertentu terkadang cepat menyebar di kalangan guru, pastinya sebagian guru kita tidak mau masuk di kelas tersebut dengan alasan tidak mau jumpa atau menjadi beban. Bayangkan seorang guru yang hanya mengajar pada anak rata-rata normal, baik-baik, dengan kelas yang difasilitasi lengkap, hasilnya mereka akan pintar dan lulus ujian semua. Dan gurupun mendapat penghargaan karena siswanya baik, lulus 100%. Benarkah kejadian di atas adalah satu-satunya jalan menjadikan diri kita menuju guru yang baik, tentu tidak. Guru yang baik justru yang mendapatkan tantangan, lebih dari itu ia kadang memilih atau menciptakan tantangan tentang kegiatan pembelajaran, dari keadaan siswa yang lebih utama. Jadilah guru yang
menerima apapun latar belakang siswa yang ada didalamnya, karena itu menjadi sumber dan gudang inspirasi menuju guru yang baik.
· Guru yang baik, adalah guru yang menjadikan siswa apapun keadaannya, di kelas manapun ia berada, pada sekolah manapun dia menimba ilmu. Pada akhirnya apapun yang dihadapi oleh guru, sekolah dengan segala macam baik buruknya manajemen yang ada, kelas dengan kelebihan dan kekurangan sarananya, siswa dengan segala kekurangan dan kelebihannya harus diterima dengan senang hati. Dengan menerima tersebutlah, maka hati seorang guru, akan merasakan makna guru yang sesungguhnya, seperti ait laut menjadi asin, karena asinlah maka ia dinamakan air laut.
· Guru yang baik adalah guru yang dapat memanfaat segala keadaan, dengan segala fasilitas serta segala harapan dari berbagai kebutuhan bahkan kepentingan. Dari semua kebutuhan dan kepentingan itulah guru merajut harapan dimana pembelajaran dapat dikembangkan untuk mengatasi apapun keadaan anak, selengkap apapun fasilitas yang tersedia. Jadi jelaslah bahwa guru bukan berangkat dari harapan dan keinginan yang melambung kelangit, akan tetapi ia berangkat dari kenyataan yang mendasar dari hidup nyata.
Bila guru telah menerima apa adanya siswa, apa adanya keadaan dalam kegiatan pembelajaran, maka ia akan bekerja dengan senang hati. Said Hawa pernah menyatakan bahwa; keteladanan guru yang dapat dicontoh dari rasul adalah; tidak meminta upah mengajar, memberi nasehat, mencegah akhlak tercela, tidak mencela ilmu-ilmu yang tidak ditekuninya,
membatasi sesuai kemampuan pemahaman peserta didik dan mengamalkan ilmunya. (Said Hawa,1995:20-24).
Sungguh betapa guru harus memiliki sifat tawaddu‘ bukan dipaksa atau karena sekedar Surat Keputusan ia mengajar atau mengembangkan siswa. Dari hati yang paling dalam seorang guru melihat generasi hari ini adalah generasi apa adanya, maka menjadi inspirasi bagaimana mengkreasi agar mereka dapat dijadikan harapan masa depan. Guru memahami latar belakang orang tua siswa adalah beragam kemampuan, motivasi menyekolahkan anak yang sangat berbeda, hal ini bukan penghalang, akan tetapi menjadi bagian dari kreasi memanfaatkan lingkungan sebagai bangunan yang ragam dukungan ada kekuatan ada kelemahan bahkan tantangan.
Air laut asin sendiri, bukan saja disampaikan orang pantai, akan tetapi sampai ke gunung, ke kota bahkan ke sekolah. Guru yang baik tidak mesti memilih-milih siapa yang jadi siswanya, akan tetapi guru yang baik akan menjadi pilihan bahkan menjadi idola bagi seluruh siswa. Hal yang ditinggalkan menjadi kesan, ketika siswa satu saat nanti ia menerima dunia ini apa adanya.
Kita setuju guru tetap seorang pendidik.