Oleh Dr Mardianto MPd dan Dr Amini MPd
Guru tinggal di masyarakat. Bila ia bertempat tinggal, langsung menjadi kelas istimewa di tengah-tengah masyarakatnya.
Selama ini kesan seorang guru adalah mereka yang duduk di kelas menyampaikan ilmu yang dimilikinya kepada siswa. Padahal pernyataan tersebut di atas tidak selamanya benar adanya, bukan tidak banyak guru yang pulang bertugas, ia harus bekerja atau dipekerjakan masyarakat dengan tugas lain. Hanya di kelas kadang di sekolah, bahkan kadang di masyarakat, guru tetap menyampaikan ilmu yang dimiliki untuk kepentingan anak di kelas, lembaga pendidikan di sekolah atau untuk bangsa dan Negara.
Sebagian masyarakat kita menganggap orang yang memiliki kemampuan untuk membantu, membimbing, membina adalah kelompok tertentu yang dapat menjadi penyelamat. Biasanya adalah mereka yang memiliki gagasan, tempat berkonsultasi untuk menyelesaikan berbagai masalah kehidupan, kekeluargaan, bertetangga, bahkan bermasyarakat dan bernegara.
Kemampuan-kemampuan di atas sedikit atau banyak dimiliki dan diperankan oleh guru ketika ia tinggal di tengah-tengah masyarakat. Maka jadilah guru apabila ia tinggal di masyarakat langsung mendapatkan kedudukan tertentu atau kedudukan yang lebih baik setingkat di banding anggota masyarakat lainnya.
Memang guru dan masyarakat tidak dapat dipisahkan karena; sejak dulu, guru menjadi anutan masyarakat. Guru tidak hanya diperlukan oleh para murid di ruang-ruang kelas, tetapi juga diperlukan oleh masyarakat lingkungannya dalam menyelesaikan aneka ragam permasalahan yang dihadapi masyarakat. Tampaknya masyarakat mendudukkan guru pada tempat yang terhormat dalam kehidupan masyarakat yakni di depan memberi suri teladan, di tengah-tengah membangun, dan di belakang memberi dorongan dan motivasi. (Isjoni, 2009:10).
Kenyataan seperti di atas, menjadikan tantangan sendiri bagi seorang guru. Hal ini disebabkan masyarakat memberi pengakuan, penghormatan dan diiringi pengharapan. Ketiga hal inilah yang harus dipahami dengan tepat pada saat kapan guru memberikan peran dan apresiasinya pada kehidupan masyarakat.
Memahami peran pengakuan masyarakat, guru yang baik adalah mereka yang melakukan sesuatu di tengah-tengah masyarakat sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki. Bukan membantu masyarakat dengan meninggalkan kehidupan aslinya atau perannya di sekolah, atau juga peran-peran keluarga. Guru yang baik ia tetap menjadikan tugas sekolah sebagai kegiatan profesional, ia mampu menghubungkan tuntutan masyarakat sesuai dengan tuntutan sekolah.
Menerima penghormatan masyarakat terhadap kedudukan sebagai guru di tengah-tengah masyarakat, adalah suatu hal yang wajar. Masyarakat biasanya memberikan penghormatan karena kedudukan, ilmu pengetahuan, jabatan atau juga karena suatu pengorbanan.
Guru yang baik adalah yang mampu memberikan respon penghormatan disebabkan dasar kemanusiaan, di mana setiap orang harus dihormati. Guru juga harus menghormati masyarakat dengan berbagai tingkatan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan. Bila diundang atau diminta untuk membantu, jadikanlah itu bagian dari tugas sosial dengan tidak membeda-bedakan lapisan masyarakat.
Mendidik dan membina masyarakat dilengkapi dengan memberdayakan mereka adalah miniatur negara yang terus dijaga, di sinilah guru pantas mendapat penghormatan. Bagi sebagian guru, maka penghormatan dapat dijadikan kontrol diri bahwa ia adalah orang yang memiliki kebahagiaan im-materi dengan berbagai kemudahan. Namun harus disadari bahwa secara berlebihan atau berhenti dengan kebahagiaan tadi justru kadangkala menjadi sesuatu yang memudarkan peran dirinya sebagai seorang guru sejati.
Melengkapi peran guru di tengah masyarakat, adalah karena mereka memberikan pengharapan kepada guru dalam kehidupan sehari hari. Potret guru secara individual adalah sosok yang dapat dijadikan contoh atau prototype bagi anggota masyarakat lainnya.
Suasana keluarga guru menjadi rujukan bagi keluarga keluarga di tengah masyarakat. Bertutur dan bersapa guru dalam kehidupan sehari-hari adalah menjadi tolok ukur kesopanan setiap anggota masyarakat yang melihatnya. Itulah menjadi nilai-nilai harapan masyarakat terhadap guru, maka bila sedikit saja guru melakukan di luar nilai-nilai normatif sebagaimana harapan dengan cepat masyarakat memberikan rasa kecewa.
Pada harapan inilah masyarakat dan guru menyatu mengikuti perkembangan nilai-nilai yang terjadi, karena biasanya apabila ada sesuatu yang baru, sebagian masyarakat melihat apakah guru dan keluarganya telah memakai atau menerapkan, bila sudah maka mereka tidak ragu untuk mengikutinya. Namun apabila keluarga guru justru menjauhkan diri dari sesuatu yang tidak baik, dengan mudah masyarakat pun memberikan keputusan, bahwa hal tersebut tidak pantas untuk diikuti atau diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Bila kepercayaan yang diberikan masyarakat kepada guru dapat dipelihara dengan baik, didayagunakan dengan niat yang positif, maka bukan hanya masyarakat yang dapat manfaatnya, akan tetapi guru, keluarga, bangsa dan negara akan memperoleh kebaikan untuk masa depan.
Tiga Peran
Jadi tiga peran yang dapat didiskusikan dalam hal ini; guru tanggungjawabnya sebagai orang tua (1) di keluarga dan fungsinya sebagai pendidik (2) di sekolah, dan guru dan perannya sebagai pembina di masyarakat (3). Bagaimana formula dari ketiga peran ini, tentu masing-masing memiliki konsekuensi, secara jelas dapat dijabarkan sebagaimana berikut:
-Bila guru 123 itu adalah mereka yang menjadikan keluarga sebagai nomor wahid, kemudian sekolah baru masyarakat. Diharapkan guru tidak berlebihan menjadikan keluarga adalah segala-galanya. Karena sekolah dan masyarakat tetap membutuhkan dirinya dimana ia diberi kelebihan oleh Tuhan untuk diabdikan kepada umat.
-Bila guru 132 adalah guru yang menjadikan tugas pendidik di sekolah sebagai nomor terakhir, ini merupakan warning bahwa secara berlebihan memberi perhatian terhadap keluarga dan masyarakat akan memiliki konsekuensi tidak baik terhadap profesinya sebagai guru.
-Bila guru 213 inilah idealnya seorang guru, tugas utama adalah untuk pengabdiannya kepada dunia pendidikan, kemudian ia memilih untuk menjaga keluarga sebagai tanggungjawab utama, baru masyarakat di sela waktu tersisa.
-Bila guru 232 adalah guru yang lebih mengutamakan sekolah, kemudian masyarakat baru keluarga. Guru seperti ini disarankan untuk menyisihkan waktu bagi anggota keluarga, karena itu juga merupakan tanggungjawabnya di hadapan sang pencipta.
-Bila guru 312 adalah guru yang menjadikan masyarakat menjadi tugas utama, kemudian rumah tangga sementara kegiatan di sekolah nomor terakhir. Hal ini harus dihindari karena waktu yang tersita dan tenaga yang terkuras sangat besar pengaruhnya terhadap kegiatan pendidikan.
-Bila guru 321 adalah mereka yang mengutamakan kegiatan masyarakat dibanding pekerjaan sekolah bahkan keluarganya sendiri. Disarankan jadikan pengalaman masyarakat menjadi bahan kajian atau bagian dari kurikulum sekolah, sehingga anak didik dapat mengikuti pengalaman dan pembelajaran yang lebih real. Kita setuju, guru tetap seorang pendidik.